Epilog, obrolan, prolog, dan monolog sering kali ditemui dalam karya sastra, khususnya di dalam suatu drama.
Selain dalam drama, keempat istilah tersebut juga sering digunakan dalam penulisan karya sastra seperti novel, prosa, dan lainnya. Dalam suatu karya sastra, prolog dan epilog selalu berdampingan, meski terpisahkan oleh obrolan dan atau monolog.
Pada postingan kali ini, akan dibahas secara mendalam mengenai epilog, mulai dari pemahaman, fungsi, ciri, teladan, sampai perbedaannya dengan obrolan, prolog, dan monolog.
Daftar Isi
Pengertian Epilog
Epilog berasal dari bahasa Yunani “epilogos” yang mempunyai arti kesimpulan. Epilog atau disebut juga outro merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya sastra dengan menampilkan kejutan di tamat cerita.
Umumnya, penutup bersifat retoris, yakni mengajak para penonton, pendengar, atau pembaca untuk menangkap pesan tersirat dibalik kisah yang sarat akan nilai-nilai kehidupan.
Definisi epilog menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah bagian penutup pada karya sastra.
Di kamus tersebut tertulis juga fungsi dari penutup, adalah memberikan intisari dongeng atau menafsirkan maksud karya itu, yang jika dalam drama disampaikan oleh seorang pemeran pada simpulan cerita.
Berdasarkan penjelasan diatas, mampu disimpulkan bahwa epilog merupakan bab epilog dan final dari sebuah karya sastra dan bertujuan untuk menafsirkan intisari ataupun maksud dari karya sastra tersebut.
Fungsi Epilog
Dalam suatu karya sastra, epilog memiliki fungsi sebagai penegas pesan sopan santun dan tata nilai.
Selain itu, epilog juga ialah bab yang kerap digunakan untuk memberikan amanat dan kesimpulan serta kandungan intisari dan pesan yang tersirat dari pertentangan-pertentangan yang terjadi dan diselesaikan dalam cerita tersebut.
Umumnya, epilog berisi perihal kata-kata mutiara atau kalimat bijak dan dibarengi dengan ucapan terimakasih.
Ciri-Ciri Epilog
Untuk membedakannya dengan bagian-bab lain dalam suatu karya sastra, terdapat beberapa ciri-ciri khusus.
Berikut ini adalah beberapa ciri khusus yang dimiliki oleh sebuah epilog
- Terletak di selesai cerita
- Umumnya berupa kesimpulan
- Berisi pesan tersirat, intisari, kata mutiara ataupun kata bijak
- Sering disertai ucapan terima kasih dari penulis
- Mengulas kembali nasib tokoh di final pertentangan secara singkat
- Jika cerita berseri atau berlanjut, maka penutup berupaya menjembatani dongeng yang telah ada dengan kisah yang akan ada di kurun depan
Sebuah penutup tidak harus mempunyai semua ciri-ciri yang ada diatas. Tetapi, kian lengkap suatu teks penutup mempunyai ciri yang disebutkan, maka semakin lengkap penutup tersebut.
Contoh Epilog
Agar lebih mengetahui bentuk, cara penggunaan, dan sifat penutup, di bawah ini akan diberikan beberapa teladan wacana penutup dalam sebuah cerita, baik drama atau pun novel.
Contoh Epilog Kisah Dian
Akhirnya peluh dan tenaga Dian terbayarkan sudah. Jalan hidupnya yang begitu terjal tak menyurutkan niatnya untuk meraih kesuksesan di masa depan.
Bagi Dian, mengalah pada keadaan bukan penyelesaian dalam mengarungi derasnya cobaan kehidupan. Terus mengayuh meski bermandikan peluh adalah prinsip hidup yang beliau pegang dengan teguhnya.
Kini si miskin Dian telah menjadi CEO perusahaan terkemuka di negeri ini. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa hasil usahanya dapat sejauh ini.
Menjadi pemimpin suatu perusahaan dan hidup bergelimang harta tak menjadikannya menjadi seorang pemalas Ia tetap berupaya melakukan yang terbaik supaya perusahaannya dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Kegigihan dan keuletan Dian mampu kita jadikan pelajaran. Selaras dengan kata pepatah, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil.
Setiap usaha yang kita perbuat dengan sungguh-sungguh, pastilah menawarkan faedah. Percayalah, Tuhan Maha Adil. Ia tak akan menyisihkan setetes pun keringat hambaNya.
Contoh Epilog
Bukti cinta sejati tergambar dalam dongeng cintaku. Ya aku, Seruni. Merelakan cintaku terbagi tak membuatku tidak senang maduku. Bagaimana aku mampu tidak senang bila maduku yakni adik sepupuku sendiri. Meski perlakuan tak adil terkadang saya peroleh, tidak sedikit pun mengikis rasa cinta pada suamiku.
Hati yang bergemuruh cemburu saya anggap sebagai kerikil batu dalam rumah tangga kami yang saya yakin aku sanggup untuk menyingkirkannya. Tidak pernah terlintas dari benakku untuk berhenti dan melepaskan suamiku ke pangkuan maduku.
Bukan. Bukan alasannya adalah ego, namun alasannya saya menghargai sakralnya ijab kabul.
Tidak pula saya berniat untuk merusak rumah tangga suami dan maduku. Mengabdi dan berbakti pada suami masih menjadi tugas utamaku ketika ini. Tak peduli hatiku yang terus menerus dihujam ketidakpuasan.
Berbagai peristiwa sudah saya alami, mulai dari dicurangi, diperlakukan tak adil, fitnah dan banyak sekali kekejaman yang telah diperbuat suami dan maduku. Hanya doa yang bisa aku panjatkan supaya saya sanggup mempertahankan rumah tangga kami.
Hingga pada suatu dikala, nasib baik menghampiri diriku. Tuhan menelisik tabir maduku yang selama ini tertutup rapat. Suamiku yang mengetahuinya pun menyesal akan tindakan yang dulu pernah dia lakukan kepadaku.
Akhirnya, suamiku membuka matanya bahwa selama ini telah menyia-nyiakan berlian yang ia miliki hanya demi suatu biji jagung. Kesabaranku berbuah hasil. Kini aku hidup senang dengan keluarga kecil kami.
Rumah yang hangat dan penuh cinta, doa yang dulu terus ku panjatkan. Dulu doa itu terasa mustahil, namun kini menjadi faktual.
Kesabaran tak berpangkal dan tak berujung. Selama nafas masih mampu kita hirup, bersabar atas segala kondisi yang menimpa kita akan menjadi pijakan kita menuju di puncak kebahagiaan.
Aku percaya, Tuhan akan memberikan akomodasi sesudah kesusahan dan Tuhan tidak akan menawarkan cobaan melebihi kadar kesanggupan hambaNya.
Perbedaan Antara Epilog dengan Dialog, Prolog, dan Monolog
Epilog, dialog, prolog, dan monolog yakni perumpamaan yang sangat familiar dalam suatu karya sastra.
Namun, masih banyak pula diantara khalayak yang belum benar-benar mengerti perbedaan dari keempatnya. Padahal, keempatnya jauh berlainan, meski sering ditemukan bersama-sama ada dalam suatu teks kisah.
Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang Dialog, Prolog, dan Monolog serta apa yang membedakannya.
Prolog
Prolog dinamakan juga pengirim naskah atau intro. Sebagai awal atau pendahuluan dalam suatu cerita, prolog terdiri dari perihal keterangan atau pendapat singkat isi dongeng atau pengenalan tokoh yang berperan di dalamnya.
Prolog ialah kebalikan dari penutup. Jika penutup berada di simpulan, maka prolog atau intro terletak di awal selaku pembuka dari suatu karya sastra.
Prolog mempunyai fungsi sebagai gambaran dari isi dongeng. Adanya prolog yakni untuk menarik perhatian pembaca atau penonton.
Berikut ini yaitu pola prolog dalam suatu cerita
Waktu sudah menawarkan jam 8 pagi. Matahari telah bersinar dengan terangnya. Secangkir kopi kuresapi perlahan hingga cuma ampas yang tersisa. Seperti biasa, saya telah di kantor dan siap untuk mengawali pekerjaanku.
Keseharianku memang terlalu monoton dan semua berlangsung flat, sehingga sobat-temanku menjulukiku “si cupu”. Entah apa yang membuatku dipanggil demikian, apakah sebab saya yang tak pernah menikmati klub malam, atau sebab saya yang masih memilih sendiri di usiaku yang sekarang menapaki angka 36.
Mungkin inilah sebabnya teman-temanku bergairahmenjodohkanku. Tidak sedikit laki-laki yang sudah mereka kenalkan kepadaku, namun ahh aku masih tenteram dengan hidupku yang sekarang.
Bagaimana, sudah terbayang bukan prolog itu bagaimana dan letaknya di dalam suatu teks kisah pada bab mana.
Tentu saja prolog dan epilog sangatlah berlawanan karena epilog berada di bagian simpulan sedangkan prolog berada di bab permulaan-permulaan kisah. Namun, fungsinya sama yakni menjembatani cerita-dongeng tersebut.
Dialog
Percakapan antara 2 tokoh atau lebih dalam sebuah karya sastra disebut dengan obrolan. Dialog berfungsi sebagai inti dari isi dongeng, yaitu menerangkan pertentangan kisah, menerangkan alur ceria, dan menghadirkan mulut dan karakter tokoh.
Dialog timbul pertama kali sebagai narasi pada seni retorika dalam Literatur Yunani dan India.
Seni retorika yaitu suatu teknik mengatakan atau berkomunikasi yang bersifat persuasif atau merayu guna meyakinkan penonton, pendengar, atau pembaca.
Berikut ini yakni teladan dari sebuah obrolan antara dua tokoh
Di sebuah taman kampus
Goldi : “Hai, Rin ! Tumben sendirian. Dimana Rani?”
Rini : “Rani masih ada kelas, Di.”
Goldi : “Lho, bukannya kalian sekelas?”
Rini : “Ini mata kuliah aksesori, Di. Aku tidak ambil kelas ini. Ada apa mencari Rani?”
Goldi : “Ah tidak ada apa-apa kok, Rin.”
Rini : “Jangan-jangan kamu menaksir adikku ya? Awas saja hingga kau sakiti dia. Aku orang pertama yang akan menghajarmu !”
Goldi : “Mustahil ! Aku tak akan sampai hati melukai hati partner pelaminanku. Ahh…tak sabar rasanya menjadi adik iparmu.”
Rini : “ Cih, you wish! Ha..ha…ha.. Sebaiknya jangan terlalu tinggi berkhayal, nanti bisa gila.”
Bagaimana, telah jelas bukan perbedaan antara epilog dengan obrolan. Dialog merupakan isi yang ada di dalam sebuah kisah, sedangkan epilog merupakan bagian simpulan dari cerita.
Monolog
Monolog ialah sebuah percakapan yang hanya dilaksanakan oleh satu tokoh. Dengan kata lain, monolog ialah percakapan tunggal yang lazimnya bermaksud untuk memperlihatkan verbal dan emosi pada tokoh.
Monolog biasa dikerjakan tokoh dengan obrolan di dalam hati atau mengatakan di depan cermin. Namun, ada pula suatu drama yang memang cuma menampilkan seorang tokoh dan beliau mengatakan sendiri di atas panggung.
Berikut yakni pola dari suatu monolog
Seorang karyawan tiba dikantor dengan wajah yang lelah. Ia meletakkan tasnya dibawah meja, sambil duduk beliau menghela napas panjang
Andai saja lokasi kantorku akrab dengan tempat tinggalku. Hal ini tidak akan aku rasakan berulang setiap paginya. Energiku telah habis di perjalanan.
Otakku sudah tak lagi dekat untuk menyelesaikan pekerjaanku yang menumpuk ini. Ragaku rasanya ingin berteriak sebab hanya bisa beristirahat 5 jam setiap harinya.
Setiap pagi saya mesti melajukan motorku untuk jarak tempuh 30 km. Belum lagi, macetnya Jakarta yang mesti ku arungi sudah berhasil menguras sebagian besar waktuku. Lelah sekali rasanya.”
Nah, monolog ini jelas berbeda dengan epilog, hal ini terjadi alasannya adalah monolog mirip dialog, ialah isi yang ada dalam suatu dongeng, sedangkan epilog yakni konklusi yang ada di tamat-selesai dari dongeng tersebut.
Bagaimana, kini kalian sudah paham bukan apa itu penutup serta bagaimana penempatan dan penggunaannya dalam sebuah kisah
Sumber ty.com
EmoticonEmoticon