Rabu, 17 Juni 2020

Politik Etis: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, Dan Dampaknya


Politik etis atau politik balas kecerdikan yaitu pemikiran hasil protes dan kecaman warga Belanda terhadap tata cara tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia.





Gagasan ini lahir atas dasar rasa simpati, tenggang rasa, dan kemanusiaan. Oleh alhasil sistem tanam paksa ini ialah contoh faktual eksploitasi yang telah menuai kerugian besar bagi Indonesia, Belanda dianggap sudah berhutang banyak terhadap kekayaan bangsa Indonesia.





Melalui politik balas kecerdikan ini, diharapkan parlementer Belanda mampu membatu rakyat Indonesia agar mampu mempunyai kehidupan yang lebih sejahtera dan makmur.






Pengertian Politik Etis





Politik etis ialah salah satu kebijakan Belanda pada kurun penjajahan Indonesia yang berasal kata serapan dari bahasa Belanda, ialah Etische Politiek.





Kebijakan ini merupakan suatu fatwa atau pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda wajib memakmurkan dan menyejahterakan masyarakattanah jajahannya.





Tanah jajahan yang dimaksud disini salah satunya ialah Hindia Belanda atau Indonesia.





Oleh karena itu, politik etis ialah salah satu kebijakan Belanda yang bermaksud mulia dan memiliki dampak yang relatif konkret kepada bangsa Indonesia.





 



Latar Belakang Politik Etis





Latar belakang politik etis




Tercatat di dalam sejarah jika negara Indonesia sudah dijajah pemerintah Belanda untuk 350 tahun lamanya. Selama kala penjajahan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menerapkan tata cara tanam paksa.





Dalam sistem tanam paksa, rakyat Indonesia mengalami kerugian besar, baik berbentukmateriil maupun tenaga. Rakyat Indonesia mencicipi penderitaan yang hebat akibat dari penindasan dan penekanan pemerintah kolonial.





Tanam paksa atau metode kulvasi (Cultuurstelsel) ialah sebuah hukum yang mewajibkan setiap desa menyisakan 20% sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, mirip kopi, tebu, teh, dan tarum.





Hasil panen tanaman tersebut nantinya dijual, yang mana harganya telah ditetapkan oleh pemerintah kolonial.





Sementara, untuk warga yang tidak memiliki lahan pertanian atau perkebunan diwajibkan bekerja di perkebunan milik pemerintah selama 75 hari dalam setahun.





Aturan ini ditetapkan oleh gubernur jenderal berjulukan Johannes Van Den Bosch, pada tahun 1830.





Sistem tanam paksa ini mendapat banyak protes dan kecaman dari warga Belanda alasannya adalah dianggap tidak berperikemanusiaan. Untuk menyelamatkan hak rakyat Indonesia, tahun 1890 tokoh politik yang bernama C. Th. van Deventer mengemukakan politik etis sebagai desakan golongan liberal terhadap parlementer Belanda.





C. Th. Van Deventer ialah spesialis aturan Belanda. Ia mengkisahkan perjuangan rakyat Indonesia yang kesannya dicicipi oleh warga Belanda lewat tulisan di majalah  De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang kebijaksanaan).





Gagasan van Deventer menerima derma penuh dari Ratu Wilhelmina yang pernah menyebutkan dalam pidatonya di tahun 1901.





Dukungan Ratu Wilhelmina dibuktikan pula dengan terbitnya kebijakan baru yang berisi acara-acara untuk penduduk daerah jajahan. Program yang dinamakan Trias van Deventer itu berisi 3 tujuan, adalah Edukasi, Irigasi, dan Transmigrasi.





Pax Netherlandica





Pax Netherlandica merupakan salah satu kebijakan kolonial Belanda yang memiliki kaitan sungguh akrab dengan politik etis yang dipraktekkan pada zaman yang sama.





Kebijakan kolonial ini berusaha untuk mengubah penjajahan Belanda di Indonesia dari hanya murni monopoli dan jual beli, menjadi pemerintahan seutuhnya.





Pax netherlandica intinya menginginkan seluruh wilayah Indonesia ada dalam cakupan pemerintahan kolonial Belanda. Bahkan, raja-raja setempat dibutuhkan dapat menjadi pejabat dalam metode birokrasi pemerintahan Belanda.





Kebijakan ini ialah bab dari seni manajemen untuk memerintah Hindia Belanda dengan lebih efektif dan efisien, sehingga sangat berkaitan dengan politik etis.





 



Tokoh-Tokoh dalam Politik Etis





Eduard Douwes Dekker merupakan salah satu tokoh politik Etis




Dalam menjalankan politik etis, terdapat banyak tokoh-tokoh politisi Belanda dan juga Indonesia yang terlibat.





Berikut yaitu beberapa tokoh yang terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan politik etis di Indonesia





  • Mr W.K Baron van Dedem
  • Hendrik Hubertus van Kol
  • Peter Brooschof
  • Conrad Theodore Van Deventer
  • Walter Baron van Hoevel
  • Fransen van de Futte
  • Torbeck
  • Douwes Dekker (Multatuli)




Mr W.K Baron van Dedem berperan dalam menyampaikan kritik kepada kebijakan-kebijakan Belanda yang menyengsarakan pribumi di tanah jajahannya, tergolong Indonesia.





Beliau meminta semoga finansial koloni Hindia Belnada dipisah dari keuangan negara Belanda. Selain itu, Dedem juga menuntut adanya desentralisasi kekuasaan kepada wilayah-kawasan koloninya.





Hendrik Hubertus van Kol juga melayangkan kritik senada dengan Van Dedem dimana kebijakan yang telah ada, justru merugikan penduduk negara kolonial.





Peter Brooschof, seorang jurnalis de Locomotief menyatakan bahwa Belanda selama satu kala lebih telah mengeruk laba dari tanah Nusantara tanpa penduduk pribuminya mendapatkan keuntungan sepeserpun.





Kebijakan-kebijakan mirip tanam paksa, pelayaran hongi, dan monopoli lainnya sudah menyengsarakan masyarakat Indonesia.





Conrad Theodore van Deventer juga menyatakan kritikannya kepada Belanda lewat artikelnya adalah Een Ereschuld atau Hutang Kehormatan yang dimuat dalam majalah De Gids.





Artikel itu menyebutkan bahwa dalam kala waktu penguasaan belanda kepada Indonesia, sudah aneka macam laba yang diambil. Oleh karena itu, telah sewajarnya Belanda membalas kecerdikan dengan mensejahterakan koloni-koloninya.





Eduard Douwes Dekker juga melayangkan kritikan senada, dengan menggunakan nama samaran Multatuli, dia menciptakan buku berjudul Max Havelaar of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij yang artinya adalah Max Havelaar atau lelang kopi perusahaan jualan belanda.





Buku ini merupakan salah satu karya sastra yang melayangkan kritik tajam dan mengungkap kejamnya praktik-praktik Belanda dalam mengeruk keuntungan dari tanah jajahannya.





Max Havelaar sukses mengubah persepsi penduduk Belanda kepada kebijakan kolonialnya dan membantu menekan para pejabat koloni untuk mengimplementasikan politik balas akal terhadap bangsa Indonesia.





 



Tujuan dan Isi Politik Etis





Tujuan dan isi politik etis




Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, politik etis bermaksud untuk mengembangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.





Pada dikala itu, Belanda menganggap dirinya sudah berhutang kecerdikan banyak pada bangsa Indonesia. Terutama alasannya adalah rempah, kopi, dan sumber daya alamnya telah memperkaya Belanda dan membantunya bertransformasi menjadi negara besar di Eropa.





Hal ini penting mengingat bangsa Belanda pada ketika itu dikuasai oleh kaum progresif yang menginginkan keadilan dan kemakmuran, bahkan untuk para pribumi di daerah-daerah kolonial Belanda.





Namun, begitu banyak faktor yang perlu dibenahi untuk mampu meraih tujuan kesejahteraan masyarakatpribumi di tanah jajahannya.





Melalui program politik etis, parlementer Belanda melaksanakan misi balas budi terhadap bangsa Indonesia dengan mengutamakan 3 bidang , yakni edukasi, irigasi, dan transmigrasi.





Edukasi (Pendidikan)





Dalam bidang edukasi, parlementer Belanda wajib memperlihatkan peluang bagi rakyat Indonesia untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah.





Hal tersebut dilakukan biar rakyat Indonesia dapat mempunyai kesanggupan dan wawasan sebagai modal untuk pertumbuhan bangsa dan negara.





Berdasarkan kalangan dan status sosial, parlementer Belanda membagi sekolah menjadi 2 kelas. Kelas 1 ini untuk anak-anak PNS serta orang-orang dengan kekayaan atau kedudukan. Sementara, kelas dua didedikasikan kepada anak-anak pribumi kelompok bawah.





Keseriusan Belanda untuk mengembangkan tingkat pendidikan rakyat Indonesia terbukti di tahun 1901 sudah tersedia 14 sekolah di Ibukota Keresidenan dan 29 sekolah di Ibukota Afdeling.





Kemudian, di tahun 1903 parlementer Belanda berhasil membangun 571 sekolah yang tersebar di Jawa dan Madura, yang mana terdiri dari 245 sekolah negeri dan 326 sekolah swasta.





Sekolah pada jaman itu menawarkan pelajaran kesanggupan dasar, seperti membaca, menulis, berhitung, ilmu wawasan alam, ilmu bumi, ilmu sejarah, ilmu kedokteran, dan seni.





Berikut ini yakni daftar tingkatan sekolah yang tersedia di kala itu :





  • Hollandsch Indlandsche School setara dengan SD
  • Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs setara dengan Sekolah Menengah Pertama
  • Algemeene Middlebare School setara dengan Sekolah Menengah Atas
  • Kweek School, diketahui juga dengan Sekolah Guru khusus. Di mana sekolah ini didedikasikan kaum Bumiputera




Di bawah ini yakni beberapa pola sekolah tinggi tinggi yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda :





  • Technical Hoges School yang merupakan akademi teknik yang kini dikenal dengan IPB atau Institut Pertanian Bogor
  • Technische Hoogere School (THS) atau perguruan teknik yang kini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB)
  • Opleiding Van Indische Artsen / sekolah kedokteran
  • Rechts Hoogere School. Sekolah tinggi hukum




Selain untuk memajukan kompetensi dan juga produktivitas bangsa Indonesia, pemerintah Belanda merasa bahwa pendidikan sungguh penting agar nanti Indonesia mampu memerintah dirinya sendiri serta mengerjakan perekonomian yang maju dan produktif.





 



Irigasi (Pengairan)





Pembangunan irigasi merupakan salah satu arahan politik etis




Tidak hanya di bidang edukasi, program politik etis juga menyentuh bidang pertanian, terutama pada bidang pembangunan infrastruktur pengairan dan pendukung lainnya.





Dari pembangunan pengairan ini, parlementer Belanda pun menawarkan kepedulian mereka pada bahan pangan juga mata pencaharian petani.





Tujuan acara ini yakni semoga kuantitas serta kualitas produk pertanian mampu meningkat. Dengan produktivitas pertanian yang meningkat, kesempatannya kemakmuran penduduk Indonesia dapat meningkat pula dan komoditas ekspor yang dijual oleh Belanda pun mampu meningkat jumlahnya.





Di tahun 1885, di tempat Demak Berantas telah dibangun irigasi seluas 67.200 hektar. Di tahun 1902, prasarana irigasi tersebut mengalami ekspansi menjadi 121.000 hektar.





Hingga ketika ini, masih banyak infrastruktur irigasi pemerintah Belanda yang berguna dan dipakai oleh penduduk Indonesia untuk kepentingan sosial dan ekonominya.





 



Transmigrasi (Perpindahan penduduk)





Transmigrasi yaitu salah satu upaya pemerataan jumlah masyarakatdan menanggulangi kepadatan penduduk dengan mendorong adanya perpindahan masyarakatdari pulau Jawa ke pulau lain yang masih sedikit penghuninya.





Hal tersebut bertujuan semoga tempat lain di luar Pulau Jawa dapat memiliki kesempatanyang serupa dengan Pulau Jawa dan dapat meningkat dengan adanya sumber daya manusia yang mencukupi.





Selain itu, transmigrasi ini juga akan menjinjing pengaruh yang faktual bagi penduduk, adalah dengan terbuka luasnya lapangan pekerjaan, sehingga meningkatkan pemasukan penduduk.





Dalam kurun waktu 35 tahun (1865-1900), jumlah masyarakatdi Pulau Jawa dan Madura mengalami kenaikan hingga dua kali lipat, yang semula terdapat 14 juta jiwa menjadi 28 juta jiwa.





Oleh karena itu, dikerjakan migrasi pada sebagian masyarakatPulau Jawa ke Pulau Sumatera, yang pada saat itu kelemahan sumber daya manusia untuk pengelolaan perkebunan.





 



Penyimpangan Pelaksanaan Politik Etis





Penyimpangan pelaksanaan politik etis




Politik etis merupakan ide yang sungguh mulia dari pihak Belanda, tetapi, dalam keberjalanannya, terdapat banyak penyimpangan dan juga penyelewengan kekuasaan.





Pada program irigasi, terjadi penyimpangan dimana tanah-tanah yang dibangunkan irigasi hanya tanah yang subur dan dimiliki oleh perkebunan swasta milik Belanda.





Perkebunan dan lahan pertanian rakyat tidak diprioritaskan dalam pembuatan jalan masuk irigasi dan infrastruktur penunjang yang lain.





Oleh alasannya adalah itu, terjadi ketimpangan produktivitas pertanian dan program irigasi ini gagal untuk mengembangkan secara signifikan produktivitas perkebunan rakyat Indonesia.





Pada program emigrasi dan transmigrasi penduduk, terjadi penyimpangan pada penyeleksian lokasi-lokasi target transmigrasi di luar pulau Jawa. Daerah yang diseleksi adalah kawasan-tempat yang dikuasai oleh perusahaan perkebunan Belanda.





Disini, masyarakat yang ditransmigrasikan difungsikan sebagai tenaga kerja dan juga buruh bergairah untuk melakukan kegiatan perkebunan, khususnya di tempat Sumatera.





Program pendidikan juga sedikit menyimpang dan hanya berfokus pada kelompok kaya, pejabat, ataupun kelas elit lainnya yang punya kekerabatan khusus dengan pemerintahan kolonial Hindia Belanda.





Alih-alih memeratakan pendidikan dan juga meningkatakn taraf hidup masyarakat, acara pendidikan ini bertujuan utama untuk menciptakan tenaga manajemen yang murah dan terampil untuk menjalankan Hindia Belanda atas nama Belanda.





Meskipun berhasil memajukan pendidikan di Indonesia, pendidikan ini juga menyebabkan kesenjangan yang sungguh tinggi antara kalangan yang bisa mengenyam pendidikan dengan yang tidak.





 



Dampak Politik Etis





Dampak politik etis




Tidak dapat dibantah bahwa politik etis merupakan awal kemajuan bangsa Indonesia.





Program yang dicanangkan dalam kebijakan tersebut sungguh menghipnotis pergeseran di Indonesia, baik dari aspek pendidikan, sosial, ekonomi, dan juga politik.





Secara umum, terdapat efek yang bersifat faktual dan juga negatif dari kebijakan politik etis ini.





Dampak Positif Politik Etis





Dampak kasatmata dari politik etis yaitu kenaikan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dan juga peningkatan taraf ekonomi masyarakat alasannya adalah didukung oleh infrastruktur yang mumpuni.





Secara biasa , berikut ini adalah dampak faktual dari politik etis





  • Meningkatnya taraf pendidikan
  • Munculnya golongan cendekia atau priyai berkat sekolah-sekolah Belanda
  • Peningkatan produktivitas masyarakat Indonesia
  • Dibangunnya fasilitas dan prasarana penunjang ekonomi di Indonesia
  • Meningkatnya kemakmuran hidup dan perekonomian bangsa Indonesia




Sekolah-sekolah yang didirikan oleh parlementer Belanda menunjukkan bukti aktual perkembangan Indonesia berupa lahirnya tokoh-tokoh cendekiawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.





Pendirian sekolah-sekolah tersebut pun tidak lepas dari keperluan Belanda akan sumber daya manusia di bidang medis dan militer, serta pegawai sipil.





Selain itu, program politik balas akal dalam bidang edukasi juga bisa menghemat jumlah penderita buta abjad di Indonesia.





Dalam bidang irigasi, dapat dicicipi oleh para petani Indonesia yang mampu mendapatkan hasil panen jauh lebih banyak kuantitasnya dibanding dengan sebelumnya.





Tentu ini ialah pengaruh yang faktual bagi perkembangan ekonomi di Indonesia.





Sama halnya terjadi pada transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah kolonial, dimana pemerataan penduduk tersebut bisa memperbaiki kemakmuran rakyat Indonesia.





 



Dampak Negatif Politik Etis





Selain dampak faktual, pengaruh negatif pun juga dicicipi oleh masyarakat Indonesia akhir politik etis ini, seperti adanya diskriminasi di bidang pendidikan.





Pada mulanya, pendidikan yang disediakan oleh Belanda bagi rakyat Indonesia sangatlah diskriminatif. Hanya kelompok elit dan laki-laki yang diperkenankan menikmati dingklik sekolah.





Disini, kalangan miskin dan kaum perempuan tidak mampu mengakses pendidikan.





Dengan adanya diskriminasi ini, terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi antara lapisan-lapisan masyarakat Indonesia. Selain itu, hanya segelintir kecil rakyat Indonesia saja yang mampu mengakses pendidikan.





Meskipun jauh lebih baik daripada kondisi sebelumnya, keadaan ini masih dianggap kurang ideal oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia.





Namun, dengan perjuangan rakyat Indonesia beserta para pahlawannya, risikonya kaum wanita menerima hak yang sama dengan pria di bidang pendidikan.





Seiring dengan berjalannya waktu, sekolah pun kian banyak, sehingga pendidikan tidak hanya terbatas pada golongan kaya dan pejabat saja.





Demikian pembahasan mengenai politik etis. Semoga mampu memperbesar wawasan dalam bidan pertumbuhan, perjuangan, dan sejarah di Indonesia.



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon