Proses terjadinya hujan merupakan salah satu hal yang sungguh penting kita ketahui alasannya adalah bekerjasama dengan proses yang sungguh penting dalam daur biogeokimia permukaan bumi.
Pada artikel ini, kita akan mencoba untuk membicarakan lebih dalam tentang proses-proses yang terlibat dalam pembentukan hujan. Tetapi, sebelum kita jauh-jauh membahas proses terjadinya hujan, kita mesti mengenali terlebih dulu, apa itu hujan.
Daftar Isi
Apa itu Hujan?
Hujan yakni air dalam bentuk butir-butir yang sudah cukup berat sehingga dapat jatuh ke bumi. Fenomena yang kerap disebut sebagai presipitasi initerbentuk dari kondensasi uap air di atmosfer.
Hujan merupakan salah satu komponen inti dari siklus air, tanpa adanya hujan, siklus air tidak akan mungkin terjadi. Hujan juga berfaedah bagi keberlangsungan ekosistem, pertanian, pembangkit listrik bendungan, serta sebagai sumber air minum.
Alasan utama terbentuknya hujan yakni pergerakan massa udara di lapisan troposfer. Ketika terdapat jumlah uap air yang cukup dan suhu yang memungkinkan, uap air tersebut akan mengalami kondensasi dan menyebabkan hujan.
Setelah memahami apa itu hujan, kita akan membahas lebih lanjut tentang proses terjadinya hujan dibawah ini.
Proses Terjadinya Hujan
Proses terbentuknya hujan mungkin akan lebih mudah dijelaskan dengan melihat visualisasi siklus air dibawah ini.
Siklus air adalah siklus yang menerangkan perihal perputaran air dari bentuk cair di lautan dan daratan, menjadi uap air dan berkondensasi di atmosfer, sampai menjadi cairan lagi sesudah mengalami presipitasi.

Berdasarkan ilustrasi siklus air diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa secara biasa , terdapat 4 tahapan utama dalam proses terjadinya hujan adalah
- Evaporasi & Transpirasi
- Transportasi
- Kondensasi & perawanan
- Presipitasi
Pada mulanya, panas matahari menyebabkan air di permukaan bumi mengalami evaporasi menjadi uap air. Selain itu, terdapat pula transpirasi dari tumbuhan yang mengeluarkan uap air ke udara.
Uap air yang telah terkumpul di udara ini kemudian dipindahkan oleh angin menuju tempat yang mempunyai tekanan rendah.
Setelah hingga tujuan, uap air tersebut pun mengalami kondensasi dan membentuk awan yang berisi banyak butir-butir air berukuran kecil.
Suatu awan mampu menjadi awan hujan ketika telah mengandung banyak butir air. Umumnya, makin tebal suatu awan bertambah banyak pula air yang dikandungnya.
Terkadang, awan hujan sungguh tebal hingga cahaya matahari tidak mampu menembusnya dan menjadikan mereka berwarna hitam.
Setelah terjadi proses pengumpulan air di dalam awan dalam jumlah yang cukup, presipitasi pun terjadi dalam bentuk hujan.
Namun, sebelum butir air mampu jatuh ke permukaan bumi, air tersebut mesti memiliki massa yang lebih tinggi dibandingkan dengan arus angin updraft yang berhembus secara vertikal di dalam awan. Oleh alasannya itu, terdapat ukuran minimum bagi butir air sebelum ia dapat turun menjadi air hujan.
Nah, setelah melihat siklus air tersebut, kalian tentu saja telah menerima gambaran yang cukup baik kan perihal proses terjadinya hujan?
Sekarang, kita akan mencoba membicarakan secara lebih rinci tiap-tiap tahapan yang ada dalam proses pembentukan hujan.
Evapotranspirasi

Adanya uap air yang cukup di udara merupakan salah satu prasyarat terjadinya hujan di suatu lokasi. Umumnya, uap air ini ditawarkan oleh proses yang kita kenal selaku evapotranspirasi.
Proses evaporasi dimulai saat sinar matahari menimbulkan penghangatan pada massa air, oleh karena itu, air tersebut menguap. Uap air inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal hujan.
Semakin panas suhu udara dan kian terik sinar matahari, maka makin besar pula laju evaporasi. Oleh sebab itu, jika pada siang hari dirasakan suhu yang sangat panas, maka besar kemungkinan sore malam atau esok harinya akan terjadi hujan.
Namun, uap air yang ada di atmosfer tidak hanya disuplai oleh evaporasi, ada pula kegiatan yang dikenal selaku transpirasi. Transpirasi adalah acara respirasi flora maupun hewan yang salah satu zat buangnya yaitu uap air.
Pada daerah hutan hujan dan hutan lebat yang lain, transpirasi ialah sumber uap air udara yang sangat lebih banyak didominasi. Buktinya ada pada hutan hujan yang kerap memiliki siklus hujan beserta iklimnya tersendiri.
Transportasi
Setelah terjadi evaporasi, uap air yang ada di udara tersebut harus bersatu di suatu lokasi semoga dapat menciptakan hujan. Oleh alasannya itu, uap-uap air tersebut digerakkan dalam proses yang dikenal selaku transportasi.
Transportasi pada perkara ini yakni perpindahan uap air yang sudah berada di udara oleh angin. Angin akan bergerak ke daerah dengan tekanan yang lebih rendah, sehingga tempat dengan tekanan rendah umumnya akan memiliki curah hujan yang lebih tinggi.
Hal ini terjadi alasannya adalah angin menjinjing uap air dan awan-awan yang telah terbentuk di troposfer. Oleh sebab itu, tempat yang dituju angin niscaya akan memiliki perawanan yang lebih tebal pula.
Berlaku pula sebaliknya, kawasan yang menjadi sumber berhembusnya angin (daerah tekanan tinggi) akan condong mempunyai cuaca yang cerah dan bebas awan. Hal ini terjadi alasannya awan dan uap air yang ada pada tempat tersebut seluruhnya dipindahkan ke daerah lain.
Tahap transportasi memiliki posisi yang dapat ditukar dengan tahap kondensasi (interchangable) dalam urutan proses hujan. Bisa saja uap air mengalami kondensasi dahulu menjadi awan gres dipindahkan, atau dipindahkan dulu baru mengalami kondensasi di daerah tersebut.
Kondensasi

Setelah uap air dipindahkan oleh angin pada tahap transportasi, uap air tersebut akan mengalami kondensasi. Kondensasi ialah pergantian wujud dari gas menjadi butiran air berskala kecil.
Butiran-butiran kecil inilah yang kelak nanti akan menjadi awan. Seperti yang kita ketahui, keberadaan awan sungguh penting dalam proses pembentukan hujan. Tanpa adanya awan, nyaris tidak mungkin akan terjadi hujan.
Awan terbentuk ketika terdapat banyak uap air yang berkondensasi dalam suatu lokasi. Oleh alasannya adalah itu, daerah tujuan angin berhembus (tekanan rendah) biasanya mempunyai perawanan yang lebih tinggi.
Semakin banyak uap air yang ada, semakin besar dan tebal awan yang terbentuk. Awan berwarna hitam terbentuk dikala awan telah sangat tebal sehingga cahaya kesulitan menembus awan.
Awan dapat dianggap jenuh dikala ukuran dan massa butiran air yang ada dalam awan tersebut sudah melebihi persyaratan tertentu. Ketika hal ini terjadi, butiran air tersebut akan mampu melawan gaya gesek udara dan updraft sehingga jatuh ke permukaan bumi.
Gaya updraft yaitu pergerakan massa udara secara vertikal yang terjadi dalam awan hujan seperti awan cumulonimbus. Gaya ini menghalangi proses jatuhnya butiran air hujan yang masih terlalu kecil.
Proses Tumbukan dalam Awan (Coalescing)

Setelah mengalami kondensasi pada tahap sebelumnya, butiran air hujan yang sudah membentuk awan masih belum mampu jatuh ke permukaan bumi selaku air hujan. Hal ini dikarenakan ukurannya yang terlampau kecil dan beratnya yang ringan.
Ukurannya yang kecil menciptakan butir air hujan tidak dapat melawan gaya gesek udara serta angin dari bawah yang dikenal sebagai updraft. Hal ini menjadikan butir air tersebut tetap berada didalam awan dan tidak menjadi hujan.
Ketika terjadi turbulensi, butir air yang ada saling bertabrakan satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta butir air yang lebih besar.
Seiring dengan bertambahnya ukuran butir air, massanya pun bertambah, sampai alhasil mampu mengalahkan gaya gesek udara.
Umumnya, butir air hujan dapat turun menjadi hujan saat diameternya telah mencapai sekitar 5 mm. Jika diameter butir air hujan dibawah 5 mm, maka air tersebut akan kesusahan untuk mengalahkan gaya gesek udara.
Namun, jika diameternya lebih besar dari 5 mm, butir air tersebut akan mengalami fragmentasi alasannya adalah gaya gesek udara dan updraft yang menekannya lebih besar lengan berkuasa dari daya rekat antar partikel air.
Oleh alasannya itu, proses tumbukan dan turbulensi ini sungguh penting dalam proses terjadinya hujan di sebuah tempat. Namun, memang proses ini tidak dapat diperhatikan dengan mata telanjang. Kalian harus berada di dalam awan dan menggunakan alat optik khusus untuk menyaksikan proses tumbukan ini.
Akhir dari Proses Terjadinya Hujan: Presipitasi

Akhirnya, sehabis melewati proses yang cukup panjang, kita telah berada di penghujung proses terjadinya hujan. Sekarang, air yang ada di awan-awan telah berskala cukup besar, sehingga mampu turun dalam bentuk presipitasi.
Pola dan curah hujan suatu daerah sungguh dipengaruhi oleh karakteristik iklim pada wilayah tersebut dan juga faktor-aspek setempat.
Daerah dengan iklim tropis akan condong mengalami hujan yang banyak sebab mengalami banyak evaporasi, daerah dengan iklim tundra akan cenderung mengalami hujan sedikit alasannya adalah evaporasi juga sedikit.
Daerah yang dipengaruhi pola muson seperti India, Bangladesh, dan Indonesia juga akan mempunyai acuan hujan yang lebih teratur ketimbang kawasan seperti Siberia atau Canada.
Seperti yang sudah kita lihat diatas, terdapat aneka macam aspek yang mempengaruhi hujan. Oleh alasannya adalah itu, terdapat banyak jenis hujan yang mungkin terbentuk di alam bebas.
Bahkan, mungkin saja terbentuk hujan asam dikala terdapat polusi udara yang terlalu tinggi di sebuah tempat sehingga air yang turun bersifat asam oleh polusi karbon di udara.
Awan Dingin dan Awan Panas dalam Pembentukan Hujan
Sebenarnya, dalam proses terbentuknya hujan, terdapat pula perbedaan antara kondisi awan pembentuk hujan. Sejauh ini, sudah diidentifikasi dua jenis awan, yaitu awan panas dan awan masbodoh.
Awan Panas
Awan panas ialah awan yang memiliki suhu dalam awan dan suhu udara sekitar lebih dari 0’C. Pada awan ini, uap air berkondensasi menjadi udara dan biasanya tidak ada es pada awan.
Pada awan panas, proses terbentuknya hujan sama persis dengan yang telah diterangkan pada tahap tumbukan (coalescing) dalam proses umum pembentukan hujan diatas.
Awan Dingin
Awan hambar yakni awan yang memiliki suhu dalam awan dan suhu udara sekitar dibawah 0’C. Pada awan ini, uap air mengalami sublimasi menjadi kristal es atau berkondensasi menjadi air super dingin (supercooled water).
Air mampu mengalami sublimasi menjadi kristal es dikala suhu udara awan lebih hambar dari -40’C. Pada suhu ini, uap air eksklusif bermetamorfosis es tanpa mesti terkena partikulat terlebih dulu.
Air mengalami kondensasi menjadi air super masbodoh saat suhu udara awan lebih acuh taacuh dari 0’C namun lebih panas dari -40’C. Pada suhu ini, air menjelma supercooled water apalagi dahulu sebelum akibatnya menjelma es saat terkena partikulat.
Proses terjadinya hujan pada awan acuh taacuh sedikit berbeda dengan proses tumbukan (coalescing) yang telah diterangkan diatas. Pada awan dingin, berlaku proses Bergeron-Findeisen.
Proses ini akan menjadikan terbentuknya hujan es dan hujan salju. Proses Bergeron-Findeisen mengubah uap air dan butiran-butiran kecilnya menjadi kristal salju dan sering kali butir es.
Jenis-Jenis Hujan yang Mungkin Terjadi
Setelah mempelajari tentang proses terjadinya hujan, idealnya kita juga mengetahui jenis-jenis hujan yang terjadi. Secara umum, terdapat 4 jenis hujan adalah
- Hujan Orografis
- Hujan Zenith
- Hujan Frontal
- Hujan Muson
Hujan orografis disebabkan oleh pergerakan angin fohn menaiki sebuah pegunungan. Perubahan ketinggian ini akan menimbulkan kondensasi dan akibatnya presipitasi.
Hujan zenith terjadi ketika sinar matahari yang sangat panas mengganti air di permukaan bumi dalam jumlah besar menjadi uap air. Semakin tinggi uap air ini naik di atmosfer, kian hambar pula suhunya. Pada risikonya uap air ini akan berkondensasi dan menyebabkan presipitasi.
Hujan Frontal yaitu perumpamaan untuk presipitasi yang disebabkan oleh aktivitias front udara, baik itu hangat maupun hambar. Jika kedua front udara ini berjumpa , maka akan terjadi presipitasi pada garis perbatasan antara kedua front tersebut.
Hujan Muson terjadi dikala angin muson melewati badan air dan menjinjing uap air yang banyak terhadap sebuah daerah. Fenomena hujan muson sungguh dipengaruhi oleh gerak semu matahari yang intinya ialah pengontrol pergerakan angin muson.
Sumber ty.com
EmoticonEmoticon